A. Peraturan-peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregels, Policy Rules)
Pelaksanaan
pemerintah sehari-hari menunjukkan betapa badan atau pejabat Tata Usaha Negara
seringkali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain
menciptakan apa yang sering di namakan peraturan kebijaksanaan. Produk semacam
peraturan kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies
ermessen yaitu badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang
merumuskan kebijaksanaannya itu, dalam berbagai bentuk “juridische regels”,
seperti halnya peraturan, pedoman, pengumuman, surat edaran dan mengumumkan
kebijaksanaan itu. Menurut Philipus M.
Hadjon:Peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan Tata Usaha Negarayang bertujuan “naar
buiten gebracht schricftelijk beleid” yaitu menempatkan keluar suatu kebijakan
tertulis yang hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraa
tugas-tugas pemerintahan, karenanya tidak dapat merubah ataupun menyimpangi
peraturan perundang-undangan.[1]
Peraturan kebijaksanaan
adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintahan berkenaan
dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga Negara atau terhadap
instansi pemerintah lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar
yang tegas dalam UUD dan Undang-undang formal, baik langsung ataupun tidak
langsung. Secara
praktis kewenangan administrasi Negara yang kemudian melahirkan
peraturan kebijaksanaan, mengandung 2 (dua) aspek pokok; pertama : kebebasan menafsirkan
mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar
wewenangnya. Aspek
pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat obyektif. Kedua :
kebebasan untuk menentukan sendiri dan menentukan secara mandiri dari
pemerintah inilah yang melahirkan peraturan kebijaksanaan.[2]
Peraturan
kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan, badan yang
mengeluarkan peraturan-peraturan kebijksanaan adalah in casutidak
memiliki kewenangan pembuatan peraturan. Peraturan-peraturan kebijksanaan
memberi peluang bagaimana suatu badan Tata Usaha Negara menjalankan kewenangan
pemerintah. Hal tersebut dengan sendirinya harus dikaitkan dengan kewenangan
pemerintah atas dasar penggunaan discretionaire karena jika tidak
demikian, akan tidak ada tempat bagi peraturan-peraturan kebijksanaan.
Suatu perbedaan
hukum lain yang penting
antaraperaturan perundang-undangan dengan peraturan-peraturan kebijksanaan adalahbahwaperaturan-peraturan
kebijksanaanmengandungsuatusyaratpengetahuan yang tidaktertulis (angeschrevenhardheidscaulausule).Ini berarti bahwa manakala terdapat keadaan-keadaan khusus yang mendesakmakabadanTata Usaha Negaradidalam hal yang bersifat individual ini, harusmenyimpangdariperaturan-peraturan
kebijksanaan gunakemaslahatanwarga, dan inisudahsejakawalmerupakanyurisprudensitetap.Suatu perbedaan hukum lain lagi ialah bahwa peraturan
perundang-undangan termasuk bidang hukum dan kerana itu dapat diuji dalam
kasasi sedangkan peraturan-peraturan kebijaksanaan termasuk dunia fakta dan
karena itu tidak dapat berperan dalam kasasi.[3]
·
Ciri-Ciri
Peraturan Kebijaksanaan.
Mengenai
ketentuan mengikat dari peraturan-peraturan
kebijksanaan diantara
para pakar hukum tidak terdapat kesamaan, menurut Bagir Manan, peraturan
kebijaksanaan sebagai peraturan yang bukan peraturan perundang-undangan tidak
langsung mengikat secara hukum. Peraturan-peraturan
kebijksanaan pada
dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi Negara
sendiri, jadi
yang pertama-tama melaksanakan ketentuan yang termuat adalah badan atau pejabat
administrasi Negara.
Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai
masyarakat umum. Adapun Indro Harto berpendapat bahwa peraturan-peraturan kebijksanaan itu bagi masyarakat menimbulkan keterikatansecara
tidak langsung. peraturan-peraturan
kebijksanaan mengikat
secara umum, karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat
lain kecuali mengikutinya.
Berikut
ini disajikan mengenai ciri-ciri peraturan kebijaksanaan, Bagir Manan
menyebutkan bahwa ciri-ciri dari sebuah peraturan-peraturan
kebijksanaan adalah
:
1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan.
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap
peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan
kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid,
karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat
peraturan kebijaksanaan tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies
ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan
perundang-undangan.
5. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih
diserahkan kepada doelmatigheid dan karena itu batu ujinya adalah
asas-asas umum pemerintahan yang layak.
6. Dalam praktek diberi format dalam berbagai bentuk
dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan
lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.
Berdasarkan
ciri-ciri tersebut, tampak ada beberapa persamaan antara peraturan
perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan, yaitu:
-
Aturan
yang berlaku umum
Peraturan perundang-undangan dan peraturan
kebijaksanaan mempunyai adresat atau subyek norma dan pengaturan
perilaku atau obyek norma yang sama, yaitu bersifat umum dan abstrak.
-
Peraturan
yang berlaku keluar
Peraturan perundang-undangan berlaku keluar dan
ditujukan kepada masyarakat umum, demikian juga peraturan kebijaksanaan berlaku
keluar dan ditujukan kepada masyarakat umum yang bersangkutan.
-
Kewenangan
pengaturan yang bersifat umum / publik
Peraturan perundang-undangan dan peraturan
kebijaksanaan ditetapkan oleh lembaga / pejabat yang mempunyai kewenangan umum
/ publik itu.[4]
Fungsi peraturan-peraturan kebijksanaan
a) Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan dan mengisi
kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan
b) Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan
c) Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum
terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan
perundang-undangan
d) Sebagai sarana peraturan untuk mengatasi kondisi peraturan
perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman
e) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi dibidang
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan
pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi[5]
B. Rencana (Het
Plan)
Sebagai organisasi,
pemerintahan memiliki tujuan yang hendak dicapai, yang tidak berbeda dengan
organisasi pada umumnya terutama dalam hal kegiatan yang akan diimplementasikan
dalam rangka mencapai tujuan, yakni seperti yang dituangkan dalam
rencana-rencana. Negara merupakan organisasi yang memunyai tujuan, bagi Negara
Indonesia tujuan Negara itu dituangkan dalam Alinea ke empat UUD 1945,
mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan Negarahukum yang menganut konsepsi Welfare
state tujuan kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap
berbagai dimensi ini Pemerintah membuat rencana-rencana.
Dalam perspektif hukum administrasi Negara,rencana merupakan salah
satu instrument pemerintah yang sifat hukumnya berada diantara peraturan
kebijaksanaan, perundang-undangan, dan ketetapan, dengan demikian perencanaan
memiliki bentuk sendiri patuh pada peraturan sendiri serta mempunyai tujuan
sendiri, yang berbeda dengan peraturan kebijaksanaan, peraturan
perundangan-undangan dan ketetapan.[6]
Rencana
merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari Tata Usaha Negara
yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib atau teratur
(menurut Belinfante dalam buku Kort Begrip van het Administratief Recht). Hanya
rencana-rencana yang berkekuatan hukum yang diakui dalam hukum administrasi,
rencana tersebut haruslah menunjukkan kebijaksanaan yang akan dijalankan oleh
Tata Usaha Negara pada suatu lapangan tertentu dan dapat dikaitkan dengan
stelsel perizinan atau hak atas pembiayaan. Misalnya suatu permohonan izin
bangunan harus ditolak manakala hal ini bertentangan dengan rencana
peruntukannya.
Di Belanda,
salah satu contoh rencana adalah rencana peruntukan (bestemmingplan).
Berdasarkan pasal 10 ayat 1 Undang-undang Wet op de Ruintelijke Ordening, dewan
kotapraja berkewajiban untuk menentukan suatu rencana peruntukan bagi wilayah
kotapraja – tidak termasuk bagian yang terdapat bangunan-bangunan, sejauh ini
diperlukan guna kepentingan penataan ruang yang baik, peruntukan terhadap tanah
yang dimaksud dalam rencana dan bila perlu, sehubungan dengan peruntukan itu,
diberlakukan peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pemakaian tanah
sebagaimaa dimaksud dalam rencana itu beserta bangunan-bangunan yang berada
diatasnya. Rencana peruntukan ini terdiri dari dua bagian, yaitu peta
perencanaan dan peraturan berkenaan dengan penggunaan (pemanfaatan).[7]
Sementara itu, di Indonesia juga terdapat berbagai perencanaan yang sangat
berperan dalam pelaksanaan pemerintahan. Upaya-upaya pembangunan dan kebijaksanaan
yang dibuat oleh lembaga Tata Usaha Negara Indonesia saling berkaitan dengan
konsekuensi keuangan yang saling berpengaruh. Oleh karena itu, perlu disusun
perencanaan yang sinkron dan efisien dalam hal pembiayaan.
Rencana merupakan
himpunan kebijaksanaan yang akan di tempuh pada masa yang akan datang, akan
tetapi ia bukan peraturan kebijaksanaan karena kewenangan untuk membuatnya
ditentukan oleh peraturan perundan-undangan atau didasarkan pada wewenang pemerintah
yang jelas. Rencana memiliki sifat norma yang umum abstrak, namun ia bukan
peraturan perundang-undangan, karena tidak semua rencana itu mengikat umum dan
tidak selalu mempunyai akibat hukum langsung. Rencana merupakan hasil penetapan
oleh organ pemerintahan tertentu atau dituangkan dalam bentuk ketetapan, tetapi
ia bukan Beschikking karena didalamnya memuat peraturan yang bersifat
umum.
Perencanaanterbagi dalam tiga
kategori sebagai berikut :
a) Perencanaan Informativeyaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan
dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu. Rencana seperti ini tidak
memiliki akibat Hukum bagi warga Negara.
b) Perencanaan Indikatifadalah rencana yang memuat kebijakan yang akan di tempuh dan
mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan. Kebijakan ini masih
harus diterjemahkan ke dalam keputusan operasional atau normatif. Perencanaan
seperti ini memiliki akibat Hukum yang tidak langsung.
c) Perencanaan Operasional atau Normatif,merupakan rencana yang terdiri dari persiapan, perjanjian, dan ketetapan,
rencana Tata ruang kota, pembebasan tanah, pemberian subsidi, dan lain-lain.
Unsur-unsur rencana dalam perspektif hukum administrasi Negaraterdiri
dari :
-
Schriftelijke (tertulis)
-
Keputusan atau tindakan
terkandung pilihan
-
Oleh organ pemerintahan
-
Ditujukan pada waktu
yang akan datang
-
Unsur-unsur Rencana
(sering kali berbentuk tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan)
-
Memiliki sifat yang
tidak sejenis, beragam
-
Sering kali secara
programatis
-
Untuk jangka waktu
tertentu
-
Gambaran tertulis.[8]
Sedangkan Rencana
pembangunan nasional Indonesia diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Sispenas). Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara Negara dan masyarakat di
tingkat Pusat dan Daerah. Pembangunan nasional sendiri disusun sebagai upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Sistem perencanaan
pembangunan nasional bertujuan untuk:
1.
Mendukung
koordinasi antar pelaku pembangunan;
2.
Menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar
ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
3.
Menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan;
4.
Mengoptimalkan
partisipasi masyarakat; dan
5.
Menjamin
tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.[9]
Perencanaan sebagai
tindakan administrasi Negara harus memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh
Bintoro Tjokroamidjojo, sebagai berikut:
-
Berorientasi untuk
mencapai tujuan. Tujuan itu dapat bersifat ekonomi, politik, sosial budaya,
ideologis dan bahkan kombinasi dari berbagai hal tersebut;
-
Berorientasi pada
pelaksanaannya;
-
Perspektif waktu. Untuk
mencapai tujuan tertentu bisa saja dilakukan secara bertahap;
-
Perencanaan harus
merupakan suatu kegiatan kontinyu dan terus menerus.
[1]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2001, hal: 152.
[2]http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.com/2011/12/peranan-peraturan-kebijaksanaan-sebagai.html-16/05/13/22:25
[3]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia................................................, hal: 153
[4]Ibid : (http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.com/2011/12/peranan-peraturan-kebijaksanaan-sebagai.html-17/05/13/00:54)
[5]http://jumaidi-eljumeid.blogspot.com/2009/09/sarana-sarana-tata-usaha-negara-lainnya.html-16/05//13/22:24
[7]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia................................................, hal: 157
[9]Ibid : (http://michaelorstedsatahi.wordpress.com/2011/05/26/sarana-tata-usaha-negara-sarana-sarana-hukum-lainnya-5/16/05/13-23:04)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar