Kamis, 24 Oktober 2013

peraturan kebijaksanaan dan rencana


A.    Peraturan-peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregels, Policy Rules)

Pelaksanaan pemerintah sehari-hari menunjukkan betapa badan atau pejabat Tata Usaha Negara seringkali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang sering di namakan peraturan kebijaksanaan. Produk semacam peraturan kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen yaitu badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang merumuskan kebijaksanaannya itu, dalam berbagai bentuk “juridische regels”, seperti halnya peraturan, pedoman, pengumuman, surat edaran dan mengumumkan kebijaksanaan itu. Menurut Philipus M. Hadjon:Peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan Tata Usaha Negarayang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk beleid” yaitu menempatkan keluar suatu kebijakan  tertulis yang hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraa tugas-tugas pemerintahan, karenanya tidak dapat merubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan.[1]

Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga Negara atau terhadap instansi pemerintah lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan Undang-undang formal, baik langsung ataupun tidak langsung. Secara praktis kewenangan administrasi Negara yang kemudian melahirkan   peraturan kebijaksanaan, mengandung 2 (dua) aspek pokok; pertama : kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya. Aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat obyektif. Kedua : kebebasan untuk menentukan sendiri dan menentukan secara mandiri dari pemerintah inilah yang melahirkan peraturan kebijaksanaan.[2]

Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan, badan yang mengeluarkan peraturan-peraturan kebijksanaan adalah in casutidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan. Peraturan-peraturan kebijksanaan memberi peluang bagaimana suatu badan Tata Usaha Negara menjalankan kewenangan pemerintah. Hal tersebut dengan sendirinya harus dikaitkan dengan kewenangan pemerintah atas dasar penggunaan discretionaire karena jika tidak demikian, akan tidak ada tempat bagi peraturan-peraturan kebijksanaan.

Suatu perbedaan hukum lain yang penting antaraperaturan perundang-undangan dengan peraturan-peraturan kebijksanaan adalahbahwaperaturan-peraturan kebijksanaanmengandungsuatusyaratpengetahuan yang tidaktertulis (angeschrevenhardheidscaulausule).Ini berarti bahwa manakala terdapat keadaan-keadaan khusus yang mendesakmakabadanTata Usaha Negaradidalam hal yang bersifat individual ini, harusmenyimpangdariperaturan-peraturan kebijksanaan gunakemaslahatanwarga, dan inisudahsejakawalmerupakanyurisprudensitetap.Suatu perbedaan hukum lain lagi ialah bahwa peraturan perundang-undangan termasuk bidang hukum dan kerana itu dapat diuji dalam kasasi sedangkan peraturan-peraturan kebijaksanaan termasuk dunia fakta dan karena itu tidak dapat berperan dalam kasasi.[3]

 

·         Ciri-Ciri Peraturan Kebijaksanaan.

Mengenai ketentuan mengikat dari peraturan-peraturan kebijksanaan diantara para pakar hukum tidak terdapat kesamaan, menurut Bagir Manan, peraturan kebijaksanaan sebagai peraturan yang bukan peraturan perundang-undangan tidak langsung mengikat secara hukum. Peraturan-peraturan kebijksanaan pada dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi Negara sendiri, jadi yang pertama-tama melaksanakan ketentuan yang termuat adalah badan atau pejabat administrasi Negara. Meskipun demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai masyarakat umum. Adapun Indro Harto berpendapat bahwa peraturan-peraturan kebijksanaan itu bagi masyarakat menimbulkan keterikatansecara tidak langsung. peraturan-peraturan kebijksanaan mengikat secara umum, karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain kecuali mengikutinya.

Berikut ini disajikan mengenai ciri-ciri peraturan kebijaksanaan, Bagir Manan menyebutkan bahwa ciri-ciri dari sebuah peraturan-peraturan kebijksanaan adalah :

1.      Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.

2.      Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.

3.      Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat peraturan kebijaksanaan tersebut.

4.      Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.

5.      Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan kepada doelmatigheid dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.

6.      Dalam praktek diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tampak ada beberapa persamaan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan, yaitu:

-          Aturan yang berlaku umum

Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan mempunyai adresat atau subyek norma dan pengaturan perilaku atau obyek norma yang sama, yaitu bersifat umum dan abstrak.

-          Peraturan yang berlaku keluar

Peraturan perundang-undangan berlaku keluar dan ditujukan kepada masyarakat umum, demikian juga peraturan kebijaksanaan berlaku keluar dan ditujukan kepada masyarakat umum yang bersangkutan.

-          Kewenangan pengaturan yang bersifat umum / publik

Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan ditetapkan oleh lembaga / pejabat yang mempunyai kewenangan umum / publik itu.[4]

 

Fungsi peraturan-peraturan kebijksanaan

a)      Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan

b)      Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan

c)      Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan

d)     Sebagai sarana peraturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman

e)      Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi dibidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi[5]

 

 

B.     Rencana (Het Plan)

Sebagai organisasi, pemerintahan memiliki tujuan yang hendak dicapai, yang tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya terutama dalam hal kegiatan yang akan diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan, yakni seperti yang dituangkan dalam rencana-rencana. Negara merupakan organisasi yang memunyai tujuan, bagi Negara Indonesia tujuan Negara itu dituangkan dalam Alinea ke empat UUD 1945, mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan Negarahukum yang menganut konsepsi Welfare state tujuan kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap berbagai dimensi ini Pemerintah membuat rencana-rencana.

Dalam perspektif hukum administrasi Negara,rencana merupakan salah satu instrument pemerintah yang sifat hukumnya berada diantara peraturan kebijaksanaan, perundang-undangan, dan ketetapan, dengan demikian perencanaan memiliki bentuk sendiri patuh pada peraturan sendiri serta mempunyai tujuan sendiri, yang berbeda dengan peraturan kebijaksanaan, peraturan perundangan-undangan dan ketetapan.[6]

Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari Tata Usaha Negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib atau teratur (menurut Belinfante dalam buku Kort Begrip van het Administratief Recht). Hanya rencana-rencana yang berkekuatan hukum yang diakui dalam hukum administrasi, rencana tersebut haruslah menunjukkan kebijaksanaan yang akan dijalankan oleh Tata Usaha Negara pada suatu lapangan tertentu dan dapat dikaitkan dengan stelsel perizinan atau hak atas pembiayaan. Misalnya suatu permohonan izin bangunan harus ditolak manakala hal ini bertentangan dengan rencana peruntukannya.

Di Belanda, salah satu contoh rencana adalah rencana peruntukan (bestemmingplan). Berdasarkan pasal 10 ayat 1 Undang-undang Wet op de Ruintelijke Ordening, dewan kotapraja berkewajiban untuk menentukan suatu rencana peruntukan bagi wilayah kotapraja – tidak termasuk bagian yang terdapat bangunan-bangunan, sejauh ini diperlukan guna kepentingan penataan ruang yang baik, peruntukan terhadap tanah yang dimaksud dalam rencana dan bila perlu, sehubungan dengan peruntukan itu, diberlakukan peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pemakaian tanah sebagaimaa dimaksud dalam rencana itu beserta bangunan-bangunan yang berada diatasnya. Rencana peruntukan ini terdiri dari dua bagian, yaitu peta perencanaan dan peraturan berkenaan dengan penggunaan (pemanfaatan).[7] Sementara itu, di Indonesia juga terdapat berbagai perencanaan yang sangat berperan dalam pelaksanaan pemerintahan. Upaya-upaya pembangunan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh lembaga Tata Usaha Negara Indonesia saling berkaitan dengan konsekuensi keuangan yang saling berpengaruh. Oleh karena itu, perlu disusun perencanaan yang sinkron dan efisien dalam hal pembiayaan.

Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang akan di tempuh pada masa yang akan datang, akan tetapi ia bukan peraturan kebijaksanaan karena kewenangan untuk membuatnya ditentukan oleh peraturan perundan-undangan atau didasarkan pada wewenang pemerintah yang jelas. Rencana memiliki sifat norma yang umum abstrak, namun ia bukan peraturan perundang-undangan, karena tidak semua rencana itu mengikat umum dan tidak selalu mempunyai akibat hukum langsung. Rencana merupakan hasil penetapan oleh organ pemerintahan tertentu atau dituangkan dalam bentuk ketetapan, tetapi ia bukan Beschikking karena didalamnya memuat peraturan yang bersifat umum.

Perencanaanterbagi dalam tiga kategori sebagai berikut :

a)      Perencanaan Informativeyaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu. Rencana seperti ini tidak memiliki akibat Hukum bagi warga Negara.

b)      Perencanaan Indikatifadalah rencana yang memuat kebijakan yang akan di tempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan. Kebijakan ini masih harus diterjemahkan ke dalam keputusan operasional atau normatif. Perencanaan seperti ini memiliki akibat Hukum yang tidak langsung.

c)      Perencanaan Operasional atau Normatif,merupakan rencana yang terdiri dari persiapan, perjanjian, dan ketetapan, rencana Tata ruang kota, pembebasan tanah, pemberian subsidi, dan lain-lain.

 

Unsur-unsur rencana dalam perspektif hukum administrasi Negaraterdiri dari :

-          Schriftelijke (tertulis)

-          Keputusan atau tindakan terkandung pilihan

-          Oleh organ pemerintahan

-          Ditujukan pada waktu yang akan datang

-          Unsur-unsur Rencana (sering kali berbentuk tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan)

-          Memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam

-          Sering kali secara programatis

-          Untuk jangka waktu tertentu

-          Gambaran tertulis.[8]

 

Sedangkan Rencana pembangunan nasional Indonesia diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Sispenas). Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara Negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Pembangunan nasional sendiri disusun sebagai upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk:

1.      Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;

2.      Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah

3.      Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

4.      Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

5.      Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.[9]

Perencanaan sebagai tindakan administrasi Negara harus memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh Bintoro Tjokroamidjojo, sebagai berikut:

-          Berorientasi untuk mencapai tujuan. Tujuan itu dapat bersifat ekonomi, politik, sosial budaya, ideologis dan bahkan kombinasi dari berbagai hal tersebut;

-          Berorientasi pada pelaksanaannya;

-          Perspektif waktu. Untuk mencapai tujuan tertentu bisa saja dilakukan secara bertahap;

-          Perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinyu dan terus menerus.



[1]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2001, hal: 152.
[2]http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.com/2011/12/peranan-peraturan-kebijaksanaan-sebagai.html-16/05/13/22:25
[3]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia................................................, hal: 153
[4]Ibid : (http://lekons-lenterakonstitusi.blogspot.com/2011/12/peranan-peraturan-kebijaksanaan-sebagai.html-17/05/13/00:54)
[5]http://jumaidi-eljumeid.blogspot.com/2009/09/sarana-sarana-tata-usaha-negara-lainnya.html-16/05//13/22:24
[6]http://kerandamimpi.blogspot.com/2012/11/sarana-administrasi-negara.html-16/05//13/22:24
[7]Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia................................................, hal: 157
[8]http://kerandamimpi.blogspot.com/2012/11/sarana-administrasi-negara.html-16/05//13/22:24
[9]Ibid : (http://michaelorstedsatahi.wordpress.com/2011/05/26/sarana-tata-usaha-negara-sarana-sarana-hukum-lainnya-5/16/05/13-23:04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar