Sabtu, 20 April 2013

LEGAL MEMO
PENYERANGAN ANGGOTA KOPASSUS KE LEMBAGA PEMASYARAKATAN CEBONGAN SLEMAN YOGYAKARTA

IAIN Warna.gif
Dosen :
Dr. R. H. Priyo Handoko SS, SH, M.Hum
Disusun oleh:
Ahmad Habibur Rohman
C03210040
SIYASAH JINAYAH B ( Smt V )

JURUSAN SIYASAH JINAYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2013

   A.    Uraian Fakta
Bola panas kasus penyerangan LP Cebongan kian menggelinding semakin liar, tak kurang presidenpun telah menginstruksikan pengusutan kasus ini secara tuntas… Berbagai opini dan analisis ala intelijen telah dikemukakan oleh para pengamat, LSM dan para kompasianer maupun para pejabat publik republik ini walaupun masih pro dan kontra tp mengarah kepada satu titik yakni “kopassus” Tuduhan itu bukan tanpa alasan, mengingat pihak yg saat ini dianggap paling berkepentingan dgn 4 tahanan tsb adalah Kopassus pasca terbunuhnya salah satu anggotanya di hugo’s cafe sleman, Tapi benarkah kopassus ada dibalik penyerbuan itu, tentu terlalu dini utk menarik kesimpulan.

pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah oknum Grup II Komando Pasukan Khusus Kartasura, Jawa Tengah. Penyerbuan diduga melibatkan 11 anggota Kopassus, dengan satu orang sebagai eksekutor. Mereka membawa 6 pucuk senjata api yang dibawa dari markas latih Gunung Lawu.Penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa yang kuat terkait pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe. Empat tersangka pembunuhan Santoso yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait, Namun, sejak hasil investigasi disampaikan ke publik, TNI belum mengungkap identitas 11 orang prajurit tersebut. Sangat sulit membedakan antara pelanggaran yang di lakukan mereka dengan mengatakan bahwasannya itu pelanggaran HAM, atau hanya pelanggaran prajurit saja, banyak sekali yang menyatakan bahwa itu pelanggaran HAM tapi tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa itu bukanlah pelanggara HAM.
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) TNI AD, Mayjen TNI Agus Sutomo menegaskan tak ada pelanggaran HAM dalam kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta beberapa waktu lalu, yang mengakibatkan empat tahanan tewas. Sementara itu, terkait dengan proses hukum terhadap 11 anggota Kopassus yang diketahui menyerang Lapas Cebongan, Agus menyatakan, siapapun yang bersalah akan mendapat sanksi yang adil. Pihaknya menghargai proses hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, diungkapkan, di balik kesalahan yang dilakukan anggotanya, terdapat pesan moral yang lebih besar."Di balik kesalahan itu ada pesan moral untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar, dan kita harus hargai proses hukum yang berlaku di Indonesia," katanya. Seperti diketahui, hasil investigasi TNI AD menyebutkan, pada Sabtu (23/3) lalu, 11 anggota pasukan elite Kopassus menyerang Lapas yang berada di daerah Sleman itu.
Keluarga Empat korban kekejaman anggota Kopassus terus mencari keadilan. Mereka khawatir 11 pasukan elite yang terlibat penyerbuan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, tidak mendapat hukuman setimpal. Sambil membawa foto para korban, mereka sowan ke anggota Wantimpres Albert Hasibuan, lalu perjalanan dilanjutkan ke Kemenkum HAM. Di sana mereka hanya bisa bertemu dengan Wamenkum HAM Denny Indrayana. Berbagai harapan pun diutarakan secara gamblang. Salah satu yang sangat mengusik adalah, adanya upaya memojokkan para korban sebagai preman. Pihak keluarga khawatir dengan stigma seperti itu bisa terbentuk opini di masyarakat, jika pembunuhan dilakukan karena keberadaan para korban sudah meresahkan. Langkah keluarga korban menemui pejabat di Jakarta sebagai cara meminta agar kasus bisa dituntaskan.
Isu hukum dalam kasus ini adalah banyak sekali yang mengatakan bahwasannya tindakan yang di lakukan oleh anggota Kopassus ini tindakan yang sangat tidak terpuji di karenakan bukan hanya masalah penyerangan saja tetapi yang di lakukan oleh mereka ini telah di anggap telah meanggar Hak Asasi Manusia, di karenakan setelah mereka membunuh mereka melakukan penganiayaan bahkan menyeret mayat para korban.

   B.     Dasar Hukum
Pelanggaran HAM
Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
a.       Kejahatan terhadap nyawa orang lain
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, di ancam karena pembunuan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa  orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 
Pasal 351
b.      penganiayaan
1.      Penganiayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2.      ..
3.      Jika mengakibatkan mati di ancam dengan pidana paling lama tujuh tahun.
4.      Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
     C.     Analisis
Kopassus adalah lembaga atau benteng paling vital dari Negara ini, sangat mengecewakan dan sangat mencoreng nama baik komando yang memakai baret kebesaran berwarna merah ini, ini adalah penyerangan yang di lakukan oleh kopassus terhadap tahanan di lapas Cebongan Sleman jawa tengah, motif dari penyerangan ini adalah buntut dari kematian sersan heru di hugo’s café yang tewas secara mengenaskan. Dan empat tahanan inilah yang melakukannya sehingga di penjara di LP cebongan, tepi nahas nyawa mereka juga ikut tewas setelah di lakukan penyerangan oleh kopassus ini.
Kuat dugaan ini balas dendam. tapi juga bisa sebaliknya. Mungkin itu dari kelompok yang bersangkutan yang karena khawatir ada rahasia akan terbuka, melakukan penghilangan jejak dengan membunuh. Menurut dia dugaan bahwa pelaku dari kelompok yang sama dengan korban itu menjadi logis, karena saat ini setiap orang bisa memiliki peran dalam multikeanggotaan. Setiap orang, ujarnya, bisa menjadi anggota berbagai kelompok yang di tiap kelompok mereka memiliki solidaritas sesama nasib atau solidaritas organis. Sedang penggunaan peralatan cangggih, ujarnya, bisa jadi kelompok penyerang itu adalah kelompok berbiaya tinggi, misalnya, pembunuh bayaran.
Analisis yang dapat penulis paparkan terkait masalah yang menyangkut Pasukan khusus Negara yang bernama Kopassus ini di antaranya adalah berbagai polemik terkait penyerangan yang di lakukan oleh anggota kopassus ini, di antaranya ada yang mengatakan bahwasannya tindakan yang di lakukan oleh kopassus ini tidak serta merta salah dalam segala aspek atau dari segala segi penilaian, tetapi mereka yang mengatakan itu menjelaskan bahwasannya apa yang di lakukan oleh anggota kopassus ini memang salah dari segi hukum, tapi mereka mengatakan harus di lihat dari aspek yang lain dan itu kopassus tidak dapat di salahkan juga, ada pula yang megatakan bahwa ini adalah kejahatan yang sangat mencederai kesatuan pengamanan Negara, mereka melakukan penyerangan sang sangat salah di mata hukum serta mereka melakukan pelanggaran HAM yang sangat besar, keluarga dari Empat korban ini menyatakkan bahwasaannya apa yang di lakukan oleh anggota kopassus ini sangat tidak di benarkan dan melanggar HAM, keluarga menutut kepada polisi dan aparatur Negara agar segera mengusut pelaku dan menghukumnya dengan hukuman yang sangat setimpal.
Sebagian mengatakan bahwasannya penyerangan ini adalah atas perintah dari atasan mereka dan harus di lakukan berdasarkan hierarki perintah dari atasan yang di dasari pada kematian Sersan Kepala Heru Santoso yang tewas mengenaskan di Hugo’s Cafe, Yogyakarta. Tapi jika alasan itu tidak terbukti maka penyerangan ini adalah murni kajahatan biasa yang di dalamnyya adalah mengandung unsur solidaritas.
"Tindakan tersebut dilandasi kejujuran serta tanggung jawab jiwa korsa. Serangan LP Cebongan, Sleman, pada 23 Maret 2013 pukul 00.15 WIB diakui dilakukan oknum anggota TNI AD, dalam hal ini grup II Kopassus Kartosuro yang mengakibatkan terbunuhnya empat tahanan," kata Brigjen Unggul K Yudhoyono dalam keterangan pers di Mabes TNI AD, Jakarta, Kamis. Brigjen Unggul mengatakan penyerangan ini berhubungan dengan pembunuhan terhadap Serka Heru Santoso, yang juga anggota TNI AD pada 19 Maret 2013 dan pembacokan terhadap mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013 oleh kelompok preman di Yogyakarta.
Dari materi yang kami baca, kami dapat menggambarkan bahwasannya kronologi kejadiannya adalah 11 anggota kopassus itu datang dengan dua mobil yang langsung masuk tahanan lalu mereka merusak dan membawa CCTV lalu mereka memaksa sipir untuk member tahu tempat dimana empat korban pembunuhan tersebut, lalu dengan sangat rapi mereka melakukan penembakan terhadap ke empat korban, empat korban adalah pelaku penganiayaan terhadap sersan kepala Heru Santoso yang tewas mengenaskan di Hugo’s café yang mereka lakukan, ada indikasi ini adalah pembalasan atas penganiayaan dan pembunuhan terhadap sersan angkatan darat tersebut. TNI AD menyebut pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah oknum Grup II Komando Pasukan Khusus Kartasura, Jawa Tengah. Penyerbuan diduga melibatkan 11 anggota Kopassus, dengan satu orang sebagai eksekutor. Mereka membawa 6 senjata api yang dibawa dari markas latih Gunung Lawu. Penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa yang kuat terkait pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe. Empat tersangka pembunuhan Santoso yang kemudian ditembak mati yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Namun, sejak hasil investigasi disampaikan ke publik, TNI belum mengungkap identitas 11 prajurit tersebut. kala itu, Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul berdalih pihaknya belum akan mengungkap identitas atas alasan dalam penyelidikan internal pihaknya.
Penyerangan ini dapat di katakan sangat rapi jika di banding dengan penyerangan yang pernah juga di lakukan oleh kopassus tapi sudah sangat lama, sementara itu dari keluarga ke empat korban mereka tidak terima dengan perlakuan ini sehingga mereka melakukan beberapa hal yang mereka anggap dapat segera mendesak para polisi untuk mengusut kasus ini secepatnya, mereka menginginkan di antaranya adalah: (a) Empat perwakilan keluarga korban pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan meminta kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar dibentuk Tim Pencari Fakta Gabungan. Mereka khawatir pengusutan tak objektif jika hanya dilakukan pihak TNI.
"Kita menghargai kerja yang dilakukan. Tetapi, secara internal ada berbagai kepentingan yang akan mengurangi kemandirian. Kita berpendapat akan lebih baik dibentuk Tim Pencari Fakta Gabungan dan dan pelakunya diadili di pengadilan sipil," kata Victor Mandai, kakak kandung salah satu korban, Johannes Sijuan Mandai. Victor berharap tragedi itu diselesaikan secara menyeluruh, dan tanpa ditutupi. Dia pun meminta supaya pihak keluarga tidak diintimidasi, atau dicemooh. Sebab menurut dia, selama ini banyak pernyataan menyudutkan soal latar belakang para korban tewas itu. (b)
Pihak keluarga pesimis dengan pengusutan kasus Cebongan yang hanya ditangani oleh TNI. Mereka pun berharap tim investigasi Komnas HAM segera merampungkan tugasnya sehingga dapat memberikan sejumlah temuan dan bukti baru.
"Katanya mereka (Komnas HAM) masih menyelesaikan penyelidikan dan belum bisa menyampaikan hasil-hasil yang ditemukan, dan belum sampai tahap kesimpulan. (c) Para perwakilan keluarga korban pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengaku kecewa lantaran para korban tewas disebut-sebut sebagai preman. Mereka tidak terima dengan sebutan itu dan merasa disudutkan. "Kemudian berkembang stigma yang dikatakan para korban adalah preman. Itu sudah sangat mengganggu psikologi keluarga," Selain melukai perasaan keluarga, menurut, penyebutan para korban sebagai preman berdampak pada warga Nusa Tenggara Timur yang menetap di Yogyakarta. Mereka mengaku seolah dijauhi dan dicap sebagai biang onar. Padahal, lanjut Victor, setiap warga negara berhak mendapat perlindungan (d). Tujuan pihak keluarga korban datang ke Kantor Komnas HAM ingin mendesak pihak Komnas HAM agar dengan cepat menangani permasalahan ini. Karena menurut mereka hingga kini belum ada kejelasan tentang bagaimana status korban dalam kaitannya tentang pelanggaran HAM." kasus ini adalah pelanggaran HAM, dan tentunya Komnas HAM yang memiliki kepentingan dalam mengusut sampai mana kasus ini berjalan. Mereka menginginkan dengar lanmgsung dari komnas HAM, (e) Pihak keluarga korban penembakan di LP Cebongan mengaku tak diperhatikan polisi sama sekali. Bahkan polisi pun tak pernah menyampaikan ucapan duka terkait meninggalnya empat pembunuh Serka Heru Santoso itu. "Kami tidak menuntut santunan ya, tapi tidak ada info sama sekali ke kami dari pihak kepolisian. Dari mereka ditangkap, ditahan, sampai mereka meninggal dan dimakamkan. Tidak ada sama sekalipun ucapan duka.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa pelaku penyerangan yang menewaskan empat tahanan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, 23 Maret lalu, berjumlah 14 orang. Angka ini berbeda dengan jumlah pelaku yang dirilis Tim Investigasi TNI AD, pekan lalu, yang menyebutkan ada 11 orang pelaku penyerangan yang merupakan anggota Kopassus Grup II Kartasura.  "Dari hasil rekonstruksi diperoleh fakta bahwa serangan terhadap Lapas Cebongan dilakukan sekurang-kurangnya 14 orang," kata Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, dalam  jumpa pers, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (12/4/2013). selain melakukan rekonstruksi di Lapas Cebongan, Komnas HAM juga telah meminta keterangan dari sejumlah pihak, termasuk Polda DIY, Kapolres Sleman, Kapolres Yogyakarta, mahasiswa Yogyakarta yang berasal dari NTT, Gubernur DI Yogyakarta, dan pengacara korban Lapas Kelas II B Cebongan Sleman. "Setiap pelaku memiliki tugasnya masing-masing yaitu sebagai eksekutor, time keeper, perusak CCTV, penodong dan penyandera petugas lapas, penjaga kondisi di luar lapas dan supir kendaraan yang digunakan para pelaku," ujarnya. Sementara itu, terkait senjata yang digunakan, hasil rekonstruksi Komnas HAM menunjukkan bahwa pelaku menggunakan senjata jenis AK 47, senjata laras pendek, dan dua buah granat pada saat melakukan penyerangan. "Di lokasi kami juga menemukan 21 proyektil dan 31 selongsong peluru, di mana satu di antaranya telah kami serahkan ke penyidik Polda DIY," ujarnya. Komnas HAM juga belum menyatakan apakah peristiwa penyerangan LP Cebongan ini termasuk dalam pelanggaran HAM berat atau HAM biasa. Siti mengatakan, hingga saat ini, proses pemeriksaan sejumlah pihak masih berlangsung sehingga Komnas belum mengambil kesimpulan terkait peristiwa ini.
bahwa telah diketahui pelaku penyerangan Lapas Cebongan yang menembaki 4 tahanan titipan Polda DIY adalah oknum Anggota Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura. Aksi ini merupakan reaksi atas dua penyerangan anggota TNI, yang pertama Serka Santosa yang meninggal karena pengeroyokan di Hugo's Cafe dan yang kedua pembacokan yang dialami oleh anggota intel Korem Jogja, Sertu Sriyono yang merupakan alumni anggota Kopassus juga. Kedua anggota TNI ini diduga diserang oleh "preman" Jogja. Atas dasar menjaga kehormatan Kesatuan dan Jiwa Korsa itulah, sebelas orang oknum anggota Grup-2 Kopassus ini melancarkan serangan seketika di Lapas Cebongan. Intinya adalah a. Penyerangan Lapas Cebongan adalah bentuk premanisme semi militer paling sadis sejak 10 tahun terakhir, oleh gerombolan yang tidak mungkin dilakukan oleh sipil. Hal itu ditandai cara beroperasi gerombolan yang biasa dilakukan dengan standar operasi prosedur (SOP) operasi khusus militer. b. Namun, walaupun mirip operasi khusus militer, belum tentu dilakukan oleh militer. Adanya peristiwa terbunuhnya seorang Kopassus sebelumnya, juga masih terlalu dini jika kemudian kita menuduh militer atau Kopassus sebagai pelaku atau otak penyerangan. c. Jika melihat cara ‘tak lazim’ polisi menitipkan empat tersangka ke Lapas Cebongan, tampaknya polisi sudah memiliki informasi akan adanya aksi premansme bersnjata. Polisi tiba-tiba mengirim empat tersangka ke Lapas. Padahal, yang biasa menitipkan tahanan ke Lapas tentu saja pihak Kejaksaan. Ternyata serangan benar-benar terjadi pasca kedatangan empat tahanan titipan itu. Dengan dipindahnya empat orang ini, maka resiko serangan “OKU” tak terulang di Jawa. d. Perlu penyelidikan lintas lembaga agar kasus ini bisa terungkap. Namun, jika melihat gelagat pejabat-pejabat TNI setempat maupun Mabes Polri, tampaknya upaya pengungkapan ini akan mengalami jalan buntu, gelap dan menggnatung hingga entah kapan. e.Kasus premanisme tahun lalu d Jl. Pramuka, Jakarta Pusat sangat mirip kejadiannya karena diawali tewasnya anggota TNI. Hingga kini kasus tersebut belum terungkap. Kasus serupa terjadi, hal ini juga tidak akan terungkap jika antara Korps TNI-Polri masih belum mau menghormati hukum. f.Kejadian di Sleman maupun Jl. Pramuka Jakarta, telah menghasilkan satu pesan, betapa premanisme terkait kasus Militer-Polri ternyata lebih mengerikan dibanding premanisme sipil. Selain kasusnya yang selalu berakhir gelap, juga menyebabkan ketakutan massal masyarakat, karena kejadian seperti itu tidak bisa diselesaikan oleh Polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat. g.Dengan adanya peristiwa di Sleman, mengindikasikan ada masalah serius di Kepolisian. Peristiwa sebesar dan sesadis itu, ternyata sama sekali tidak terendus. Atau sengaja menghindar? Hanya polisi yang tahu.

     D.    Konklusi
Konklusinya adalah ini adalah penyerangan yang di lakukan oleh kesatuan komando pasukan khusus yang selama ini adalah menjadi tulang punggung Negara Indonesia, Negara membutuhkan sosok dari lembaga atau kesatuan yang akrab di panggil dengan kesatuan baret merah ini, kopassus adalah lembaga Negara yang mengabdikan diri kepada Negara dalam hal militer serta pengamanan kedaulatan Negara republic Indonesia, penyerangan 11 anggota kopassus ini adalah bentuk buntut dari kematian yang di alami sersan heru santoso di hugo’s café Yogyakarta, di perkirakan penyerangan ini adalah penyerangan balas dendam yang di lakukan kopassus karena kematian sersan heru ttersebut, 11 anggota kopassus ini melakukan penyerangan ke lembaga pemasyarakatan cebongan sleman yang menewaskan 4 tahanan yang di anggap ke empat korban penembakan ini adalah yang telah melakukan penganiayaan terhadap sersan heru. Mereka datang dengan dua mobil sambil memakain senjata senpi lalu masuk dan melakukan pengrusakan CCTV dan memaksa sipir tahanan agar menunjukkan tempat para korban, dan tanpa basa-basi mereka melakukan penganiayaan dengan menembakkan senpi yang mereka kepada ke empat korban meninggal. Ke empat korban adalah yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.
Penyerangan itu menimbulkan pro kontra dari banyak elemen, di antaranya ada yang mengatakan bahwasannya penyerangan iu memang salah dalam aspek hukum tapi tidak dapat di persalahkan secara menyeluruh, di karenakan tindakan kopassus itu harus di lihat dari aspek yang lain dan itu dapat di katakan benar oleh sebagian dari mereka, penyerangan yang menewaskan empat orang tersebut di di latar be;akangi dendam, walaupun juga banyak yang menyangkalnya itu berdasarkan atas dendam.
Oleh perlakuan yang di lakukan kopassus ini Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) TNI AD, Mayjen TNI Agus Sutomo menegaskan bahwas Tidak ada pelanggaran HAM. Yang ada pelanggaran anggota. Jelas?” kata Agus usai acara syukuran Peringatan HUT ke-61 Kopassus di Makopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa. Menurut Agus, seluruh angggota satuan Kopassus dinegeri ini ialah anak buahnya. Oleh karena itu, sebagai komandan tertinggi pasukan baret merah tersebut Agus kembali menyatakan dirinyalah yang paling bertanggung jawab. “Satuan Kopassus itu semua anak buah saya. Saya yang paling bertanggung jawab,” tegasnya. Namun, jika ada prajuritnya yang salah akan mendapat sanksi secara adil. Di balik kesalahan para prajurit itu ada pesan moral untuk kepentingan masyarakat lebih besar.
Oleh karena jiwa kesetia kawanan yang luar biasa dalam angkatan militer Indonesia khususnya kopassus ini, sehingga agus menyatakan siap di hukum setimpal atas apa yang di lakukan oleh anggotanya, bahkan dia siap menjadi ganti jika akan di tahan, kini jabatannya harus di tanggalkan akibat kasus yang menyeret anggota atau anak buahnya tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar